Pages

Wednesday, June 26, 2019

Foto Ayah dan Putrinya Tenggelam di Perbatasan AS-Meksiko Picu Kemarahan Publik

CARACAS, iNews.id - Foto yang menunjukkan dua jenazah -seorang ayah dan putrinya yang masih balita- terbungkus sama-sama dan terapung di perairan dangkal memicu kemarahan publik.

Itu merupakan foto Oscar Ramirez dan putrinya Valeria, yang tenggelam ketika menyeberang Sungai Rio Grande.

Foto ini tersebar di internet dan menyebabkan protes keras terhadap perlakuan pemerintahan Presiden Donald Trump kepada imigran anak-anak di kamp tahanan sepanjang perbatasan Amerika Serikat (AS) dan Meksiko.

Foto ini sudah memiliki dampak dalam perdebatan publik di Meksiko di mana Presiden Andres Manuel Lopez Obrador menyebut foto ini "sangat patut disesali".

Sementara di AS, perdebatan tentang kebijakan pemerintahan Trump terhadap imigran anak jadi dipenuhi emosi.

Anggota Kongres dari Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez dengan tidak ragu menyebut kamp penahanan imigran -di mana anak-anak ditahan selama berminggu-minggu - sebagai kamp konsentrasi.

Kontroversi ini menyebabkan mundurnya pejabat Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai AS, John Sanders, pada Selasa (25/6).

Di tengah panasnya debat, parlemen AS meloloskan paket bantuan sebesar 4,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp63 triliun guna meningkatkan standar kehidupan bagi imigran yang terjebak di perbatasan AS-Meksiko.

Trump sudah mengancam akan menggunakan hak veto membatalkan rencana itu.

BBC berbincang dengan dua pengacara yang telah mengunjungi fasilitas penahanan sementara di Clinton, Texas, yang menggambarkan kondisi kehidupan anak-anak di sana, Mereka menyebut situasi di sana kotor dan mengerikan.

"Anak-anak itu lapar, kotor, sakit, dan ketakutan," kata pengacara itu, kepada BBC, Kamis (27/6/2019).

BACA JUGA: Tragis, Jasad Pria Imigran Gendong Putrinya Mengambang di Sungai Meksiko

Elora Mukherjee merupakan direktur Immigrants' Rights Clinic di Columbia Law School. Dia sudah 12 tahun bekerja dengan anak-anak dan keluarga di tahanan imigrasi federal.

Elora mengaku belum pernah melihat kondisi yang begitu merendahkan dan tak manusiawi seperti yang dia lihat di Clinton, Texas.

Berikut adalah penggambaran lebih lanjut dari Elora.

"Anak-anak itu kelaparan, kotor, sakit dan ketakutan. Mereka tak tahu kapan akan dikeluarkan dari sana. Banyak anak yang saya wawancara bilang mereka sudah ditahan di sana selama beberapa hari atau beberapa pekan. Beberapa bahkan sudah hampir sebulan," ujar Elora.

Menurut hukum, anak-anak harus dipindahkan ke luar dari fasilitas tahanan perbatasan dalam waktu 72 jam.

"Anak-anak ini berbau busuk. Mereka tak diberi kesempatan untuk mandi sejak melintas perbatasan. Mereka belum ganti baju sejak melintas perbatasan, baju minggu lalu yang penuh noda ingus, air kencing serta ASI - buat para remaja yang sudah memiliki bayi," tuturnya.

Menurut dia, kebijakan pemerintah AS -sebagaimana disampaikan di pengadilan federal pada 18 Juni- menyebut anak-anak di fasilitas ini tidak butuh akses kepada sabun untuk mencuci tangan mereka, tak butuh akses ke sikat gigi atau tempat tidur.

"Anak-anak yang kami ajak bicara bilang bahwa mereka punya anggota keluarga di AS dan putus asa utuk berkumpul lagi dengan keluarga mereka. Anak-anak ini tidak pantas untuk dikurung di kandang seperti itu selama berhari-hari dan berminggu-minggu."

Menurutnya, pemerintah AS memiliki kebijakan yang kejam terhadap anak-anak.

"Anak-anak ini lari dari trauma buruk dan pemerintahan AS seharusnya taat hukum dan menyediakan kondisi yang aman dan bersih untuk anak-anak itu."

Hal senada juga diungkapkan Profesor Warren Binford. Dia merupakan direktur Clinical Law Program di Willamette University, negara bagian Oregon. Binford ahli terkait hak-hak anak.

"Mereka menahan 350 anak di fasilitas yang asalnya diperuntukkan bagi 104 orang dewasa. Beberapa anak mengatakan sudah di sana selama tiga minggu. Lebih dari 100 anak yang ditahan di sana merupakan anak usia sekolah, anak usia prasekolah, balita dan bayi. Juga ada sejumlah anak-anak yang sudah menjadi ibu, ditahan bersama bayi mereka," terangnya.

"Tak ada yang merawat anak-anak ini. Mereka diabaikan begitu saja. Mereka tidak mandi secara rutin."

Binfor menjelaskan, beberapa ratus di antara anak-anak ini ditahan di sebuah gudang yang baru saja didirikan di sana.

"Pada dasarnya anak-anak ini dikurung di sel yang mengerikan, di mana ada toilet terbuka di tengah ruangan dan mereka makan dan tidur di ruang itu juga. Sel-sel itu penuh sesak. Kami melihat daftar nama, dan ada beberapa sel yag dihuni 100 anak, ada yang dihuni 50 dan 25 anak."

Dia menyebut ada wabah kutu juga wabah influenza di sana.

"Anak-anak ini dikurung, diisolasi tanpa pengawasan orang dewasa. Beberapa anak sakit, dan mereka terbaring saja di atas alas tikar di tanah. Beberapa anak ini menyatakan mereka - atau mereka melihat anak lain - tidur di atas lantai beton, termasuk para balita dan bayi," tutur Binford.

"Anak-anak ini dipaksa untuk buang air besar, kencing, makan, tidur, dan menghabiskan hari-hari mereka, dalam 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, dalam sel-sel yang penuh sesak bersama anak-anak lain, tidur di lantai. Ini gila."

Editor : Nathania Riris Michico

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2KMiQuz

No comments:

Post a Comment