Pages

Wednesday, October 17, 2018

Daya Saing Indonesia Terus Membaik namun Masih Tertinggal di ASEAN

JAKARTA, iNews.id - Indonesia harus bekerja keras untuk memperbaiki indeks daya saing global agar tidak kalah dari negara-negara lain di ASEAN.

Dalam rilis terbaru World Economic Forum (WEF) 2018, Indonesia menempati posisi ke-45 dari 140 negara dalam Global Competitiveness Index 4.0. Posisi ini naik dua peringkat dibanding sebelumnya. Posisi Indonesia masih kalah dari Singapura yang berada di urutan kedua, Malaysia (25), dan Thailand (38).

Di urutan pertama, Amerika Serikat (AS) berhasil menjadi yang terbaik setelah selama sembilan tahun berturut-turut di bawah Swiss. Perubahan metodologi dalam pemeringkatan WEF, yang lebih berorientasi menuju pertumbuhan berbasis teknologi di masa depan, mendorong AS ke po isi puncak. Hal ini dinilai wajar karena Negeri Paman Sam dikenal sebagai salah satu pusat inovasi yang berkaitan dengan teknologi informasi yang kini menjadi acuan WEF dalam penilaian terbarunya.

Pada edisi 2018, WEF yang berbasis di Jenewa, Swiss, memang menggunakan metode baru di mana penggunaan tek nologi digital menjadi salah satu penilaian. Di samping itu, WEF juga menyatakan polarisasi politik dan pemulihan ekonomi yang rapuh, sangat penting untuk mendefinisikan, menilai, dan mengimplementasikan jalur baru pertumbuhan dan kemakmuran.

Menurut WEF, dengan produktivitas menjadi penentu paling penting dalam pertumbuhan dan pendapatan jangka panjang, Global Competitiveness Index 4.0 yang baru menyoroti serangkaian faktor-faktor penting yang muncul untuk produktivitas dalam Revolusi Industri Keempat (4IR).

“AS mendapat nilai 85,6 yang pada dasarnya berarti itu masih sekitar 14 poin dari batas daya saing,” kata Saadia Zahidi, anggota Dewan Pelaksana WEF, seperti dikutip oleh Reuters, kemarin.

Menurutnya, AS adalah “sebuah pusat inovasi” dengan tenaga kerja yang fleksibel dan pasar yang besar. Mereka juga dinilai cukup baik dalam hal institusi kendati pada beberapa sektor ada ju ga indikator yang meng khawatirkan. Pada laporan survei tersebut, sebanyak 98 indikator dihitung untuk menghasilkan indeks daya saing global. Adapun surveinya mengambil responden dari lembaga-lembaga internasional dan para eksekutif perusahaan.

“Sebagian besar mencerminkan kebijakan jangka panjang, seperti berinvestasi dalam keterampilan digital,” kata Zahidi.

Dengan kondisi dan basis penilaian seperti itu, kata dia, maka Swiss akan membutuhkan waktu untuk memenangkan kembali peringkat pertama.

Pada laporan tersebut, WEF juga menyebutkan, pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump mengeluarkan sejumlah kebijakan baru di bidang ekonomi dan perdagangan hingga terjadi perang tarif dengan China. Jika konflik tersebut berlanjut, Zahidi memprediksi ketegangan antara AS dan mitra dagangnya akan memberikan dampak negatif terhadap negara adidaya itu.

“Jika saja itu terus berlanjut, daya saing AS akan memburuk di masa yang akan datang. Ekonomi terbuka lebih kompetitif,” kata Zahidi.

Menurutnya, globalisasi yang menjadi kunci pertumbuhan dalam 30 tahun sedang menghadapi ancaman karena adanya tarif dan pertentangannya meningkatkan risiko perang dagang. WEF menyatakan, eskalasi berbagai konflik, krisis, dan ketegangan geopolitik dapat memengaruhi ekonomi global. Selain itu Revolusi Industri Keempat (4IR) mengubah sistem kemasyarakatan dan ekonomi, termasuk cara bekerja, hidup, dan berinteraksi. 4IR dapat berdampak buruk terhadap negara industrialisasi.

“Tantangan besar ekonomi memerlukan solusi jangka panjang, sedangkan untuk jangka pendek dapat diantisipasi pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia,” ungkap WEF.

Editor : Rahmat Fiansyah

Halaman : 1 2

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2yKVMUq

No comments:

Post a Comment