JAKARTA, iNews.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap mencermati nilai tukar rupiah yang kini menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dalam pekan ini, kurs rupiah bergerak ke level psikologis Rp14.000 dolar AS.
Sri Mulyani memaparkan, pergerakan tersebut memang sudah keluar dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar Rp15.000 per dolar AS. Dengan perubahan asumsi makro tersebut, maka target penerimaan dan belanja diperkirakan juga akan dikoreksi.
Dia juga menilai, penguatan ini tidak hanya berpengaruh terhadap APBN saja. Secara umum, pergerakan kurs rupiah bisa berdampak besar terhadap dinamika perekonomian nasional.
"Nanti kita lihat, dinamika dari keseluruhan faktor ekonomi akan menjadi salah satu bagian yang harus kita terus kelola, karena pengaruhnya tidak single," kata Sri Mulyani di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Mantan Direktur Operasal Bank Dunia itu menjelaskan, penguatan kurs ini ke sektor riil memberi pengaruh terhadap kegiatan sektor industri, baik itu manufaktur ataupun yang berorientasi pada sumber daya alam (SDA).
Lebih lanjut Sri Mulyani menyatakan, rupiah yang kini terus bergerak positif lebih dipengaruhi faktor eksternal atau kondisi global. Federal Reserve (The Fed) yang memberi sinyal melonggarkan kebijakan moneternya tahun ini telah memberi tekanan ke greenback. Alhasil, terhadap mayoritas mata uang, dolar AS mencatatkan pelemahan.
Selain itu, pembicaraan lanjutan antara AS-China tentang kebijakan dagang turut memberi pengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Namun, Sri Mulyani menekankan semua aspek tersebut akan tetap disimak dan kalkulasi.
"Bagaimana, dampaknya pada keseluruhan ekonomi kita. Instrumen APBN kan instrumen untuk kelola perekonomian. Jadi kita tidak hanya fokus ke APBN, namun pengaruhnya terhadap perekonomian kita," kata Sri Mulyani.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani sebelumnya menuturkan, rupiah yang menguat tajam menandakan arus modal asing masuk cukup besar. Asing lebih memilih negara-negara emerging market (berkembang) untuk berinvestasi sehingga megerek laju rupiah.
Namun, kondisi tersebut tak selamanya menguntungkan bagi pelaku usaha. Pasalnya, hal paling penting dalam dunia bisnis adalah kestabilan nilai tukar yang bersifat jangka panjang.
"Jadi memang, mungkin banyak yang bilang rupiah menguat kencang, bagus nih. Bagi pengusaha, tidak selalu begitu. Kita inginnya (rupiah) itu stabil," kata Rosan ditemui di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Editor : Ranto Rajagukguk
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2RAzno3
No comments:
Post a Comment