JAKARTA, iNews.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap bahwa potret kasus pelanggaran hak anak dari tahun ke tahun terjadi secara fluktuatif. Walaupun begitu, jumlah pengaduan yang masuk ke lembaga itu tidak pernah kurang dari 4.000 kasus per tahun.
Berdasarkan catatan KPAI, terdapat 4.309 kasus pelanggaran hak anak pada 2015. Selanjutnya, angka itu meningkat mencapai 4.622 kasus pada 2016, lalu; turun menjadi 4.579 kasus pada 2017. “Tahun 2018, jumlah pengaduan yang masuk mencapai 4.885 kasus,” ujar Ketua KPAI Susanto di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Dia menjelaskan, sepanjang 2018, kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) masih menduduki urutan pertama, yaitu mencapai 1.434 kasus. Selanjutnya, disusul oleh kasus terkait dengan keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai 857 kasus; pornografi dan siber sebanyak 679 kasus, dan; masalah pendidikan berjumlah 451 kasus.
Sementara, masalah kesehatan dan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) tercatat mencapai 364 kasus, lalu; masalah trafiking dan ekploitasi anak mencapai 329 kasus. “Kasus ABH didominasi kasus kekerasan seksual. Laki-laki mendominasi sebagai pelaku dibandingkan dengan anak perempuan. Sepanjang 2018, pelaku Laki-laki berjumlah 103, sedangkan pelaku berjenis kelamin perempuan, berjumlah 58 anak,” ucap Susanto.
BACA JUGA: Soal Perlindungan Anak di Acara Reuni 212, Begini Catatan KPAI
Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, ABH sebagai korban masih didominasi oleh kasus kekerasan seksual. Korban didominasi berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 107 korban dan laki-laki berjulah 75 korban. Kasus terkait keluarga dan pengasuhan alternatif didominasi kasus pelarangan bertemu orang tua, yaitu mencapai 210 kasus pada 2018. Sementara, kasus perebutan kuasa pengasuhan menduduki urutan kedua, yaitu 189 kasus.
Selanjutnya, kasus pornografi dan siber didominasi kasus anak sebagai korban pornografi dari media sosial, yaitu mencapai 134 kasus. Korban didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Urutan kedua kasus anak korban kejahatan seksual online, mencapai 116 kasus.
“Korban juga didominasi oleh anak perempuan. Namun untuk anak sebagai pelaku kepemilikan pornografi, didominasi oleh anak laki-laki, yaitu mencapai 71 anak pelaku dari 112 kasus,” tutur Jasra.
Jika dibandingkan dengan 2017, kata dia, kasus anak sebagai korban bullying (perundungan) pada 2018 beranjak naik. Begitu pula dengan kasus anak sebagai pelaku bully di media sosial yang pada 2017 hanya terdapat 73 kasus, namun pada 2018 mencapai 112 kasus.
BACA JUGA: KPAI Kecam Orang Tua yang Paksa 3 Anaknya Mengemis di Padang
Untuk kasus di pendidikan pada 2018, anak pelaku kekerasan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2017 anak sebagai pelaku kekerasan di satuan pendidikan mencapai 116 kasus, pada tahun lalu meningkat menjadi 127 kasus.
Selanjutnya, kasus terkait kesehatan dan napza masih didominasi kasus anak korban layanan kesehatan yang bermasalah, yaitu mencapai 84 kasus. Berdasarkan hasil pengamatan KPAI, anak laki-laki justru lebih banyak menjadi korban daripada anak perempuan. Sementara, masalah pengaduan karena penyakit menular dan kasus keracunan makanan menempati urutan berikutnya, sebelum masuk pada pengaduan kasus napza.
“Tampaknya, anak laki-laki justru lebih banyak menjadi korban daripada anak perempuan. Di sisi lain anak korban prostitusi menduduki angka paling tinggi dalam anak korban trafiking dan eksploitasi. Hal ini disebabkan adanya perluasan prostitusi secara online yang menjerat anak selain cara konvensional,” kata dia.
Terakhir, kasus pelanggaran hak anak di bidang sosial dan anak dalam situasi darurat masih dominasi oleh kasus anak telantar, yaitu berjumlah 152 kasus. “Balita terlantar tampaknya mendominasi kasus anak telantar. Dari sisi korban, balita laki-laki justru lebih banyak sebagai korban dibandingkan balita perempuan.”
Editor : Ahmad Islamy Jamil
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2SKHL1K
No comments:
Post a Comment