Pages

Sunday, November 11, 2018

Rupiah Menguat, Industri Baja Nasional Belanja Bahan Baku Impor

JAKARTA, iNews.id - Penguatan rupiah selama dua pekan ini dimanfaatkan industri yang berbahan baku impor untuk menambah stok, tak terkecuali industri baja. Pasalnya, sepanjang tahun 2018 rupiah terus melemah hingga ke Rp15.238 per dolar AS sehingga membuat harga barang impor melonjak tajam.

Pengamat Industri Baja Institute for Technology and Economic Policy Studies Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan, pada dasarnya industri yang produksinya berbahan baku impor akan membeli komoditas pada saat harga rendah. Kemudian dijual saat harga pasar tinggi agar keuntungan lebih banyak.

"Rupiah yang menguat dapat berujung pada penurunan harga barang impor, saatnya belanja barang impor," ujarnya kepada iNews.id, Minggu (11/11/2018).

Mantan Presiden Direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk ini menyebutkan, mayoritas bahan baku baja dalam negeri merupakan produk impor meski dengan presentase yang berbeda setiap pabriknya. Bahan baku impor tersebut berupa bijih besi, slab, dan cooking coal.

"Ada pabrik baja yang hasilkan HRC, slab-nya 100 persen impor, namun di pabrik lain yang hasilkan barang yang sama porsi impor bahan baku (slab) hanya 50 persen. Jadi mesti diteliti tergantung produk akhir yang dihasilkan dan bahan baku yang digunakan," ucapnya.

Kendati demikian, penguatan rupiah tidak serta-merta membuat harga baja dalam negeri menurun. Pasalnya, produk baja yang dijual saat ini merupakan produksi dari bahan baku saat rupiah melemah atau saat harganya melambung.

"Apabila baja hendak dijual rendah, perusahaan harus mengakui kerugian, ini yang tidak semua perusahaan baja diperbolehkan mengakui kerugian akibat fluktuasi nilai tukar mata uang," tuturnya.

Menurut dia, pendeknya periode penguatan rupiah ini tidak memberikan pengaruh langsung terhadap kinerja industri baja dalam negeri. Kecuali jika perusahaan dapat dengan cepat merespons penguatan rupiah ini dengan melakukan transaksi pembelian bahan baku dan penjualan yang optimal.

"Mengukur dampak fluktuasi nilai tukar mata uang agak sulit dilakukan dalam rentang waktu yang pendek. Bila minggu lalu rupiah naik, perusahaan tidak melakukan traksaksi dengan nilai yang material, dan minggu berikutnya rupiah bergerak turun, sementara life cycle produksi relatif tetap rentang waktunya," ujarnya.

Selain itu, kondisi mata uang Garuda kini masih tinggi fluktuasinya akibat ketidakpastian global. Sementara, industri baja perlu membuat perencanaan transaksi sesuai dengan kondisi internal dan dinamika pasar.

"Yang ideal adalah bila nilai tukar stabil untuk jangka waktu relatif panjang dan perubahan nilai tukar tidak cepat naik, cepat turun," kata dia.

Editor : Ranto Rajagukguk

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2z5NtDu

No comments:

Post a Comment