Pages

Sunday, December 23, 2018

Pekan Depan, Rupiah Berpotensi Alami Pelemahan

JAKARTA, iNews.id - Pergerakan nilai tukar rupiah pada pekan depan berpotensi melemah seiring dengan diumumkannya hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). Dengan berkaca pada psikologis pasar di tahun-tahun sebelumnya, rilis hasil FOMC cenderung mendapatkan respons yang negatif.

Senior Analyst CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, secara teknikal, laju rupiah masih dalam trennya di mana menuju ke area middle bollinger band. Diharapkan di sisa hari perdagangan, pergerakan rupiah masih dapat bertahan untuk tidak melemah lebih dalam seiring dengan masih adanya penilaian negatif terhadap ekonomi AS yang berimbas pada melemahnya dolar AS.

Diharapkan sentimen dari dalam negeri masih dapat lebih positif dan direspons oleh rupiah. Adanya peningkatan permintaan akan rupiah jelang libur Natal dan Tahun Baru diharapkan dapat membuat rupiah berbalik menguat.

"Diperkirakan laju rupiah akan berada pada rentang support Rp14.565 dan resisten Rp14.535 (per dolar Amerika Serikat)," kata Reza dalam hasil risetnya, Minggu (23/12/2018).

Pada pekan ini, laju rupiah sempat melemah ke level Rp14.625 atau di atas pekan sebelumnya di level Rp14.650. Sementara level tertinggi yang dicapai di angka RP14.340 atau di atas pekan sebelumnya di angka Rp14.465.

"Laju rupiah di pekan ini bergerak di bawah target support Rp14.540 dan di atas resisten Rp14.525," kata dia.

Meski dari dalam negeri tidak ada sentimen yang terlalu negative, namun adanya rilis Bank Indonesia (BI) di mana suku bunga acuan tetap dipertahankan dan adanya kenaikan terhadap suku bunga The Fed membuat rupiah cenderung berbalik melemah dibandingkan sebelumnya. Adapun nilai tukar rupiah terdepresiasi 1,05 persen dari sebelumnya naik 0,42 persen.

Pada awal pekan ini, rupiah diterpa sentimen negatif dari rilis defisit neraca perdagangan sehingga membuat laju mata uang Garuda kembali melemah. Pelaku pasar juga mengantisipasi akan adanya pertemuan The Fed dan masih adanya imbas perlambatan ekonomi di China yang berakibat terdepresiasinya yuan hingga masih adanya ketidakpastian kondisi di Uni Eropa sehingga mengakibatkan kembali terapresiasinya dolar AS.

Kemudian, terjadi pelemahan dolar AS karena pelaku pasar terlalu bereaksi berlebihan atas rilis The Fed tersebut. Namun, hal ini tidak dimanfaatkan rupiah untuk berbalik menguat.

Hingga akhirnya, dengan kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Funds Rate, sebesar 25 basis poin membuat suku bunga obligasi AS turut naik. Sementara, BI mempertahankan suku bunga acuannya di 6 persen dan mampu membuat rupiah kembali tutup pekan dengan penguatan.

Editor : Ranto Rajagukguk

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2LuVU0l

No comments:

Post a Comment