Pages

Saturday, December 1, 2018

BI Sebut Rupiah Masih Undervalue, Ekonom: Trennya Justru Overvalue

JAKARTA, iNews.id - Bank Indonesia (BI) menyebutkan, nilai tukar rupiah saat ini sudah di bawah nilai fundamentalnya (undervalue). Pasalnya, rupiah menguat secara signifikan di sepanjang November 2018 menjadi Rp14.301 per dolar AS dari 15.203 per 1 November ini.

Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini malah di atas nilai fundamentalnya (overvalue). Sebab, nilai tukar rupiah saat ini tidak menunjukkan ketahanannya yang sesungguhnya.

"Kalau saya melihat dari tren, terutama dari current account deficit (defisit transaksi berjalan/CAD) bukan undervalue ya malah overvalue kecenderungannya," ujarnya saat dihubungi iNews.id, Sabtu (1/12/2018).

Menurut dia, nilai fundamental rupiah yang seharusnya yaitu di level Rp15.000 per dolar AS. Hal ini dengan berkaca pada defisit transaksi berjalan yang diperkirakan terus melebar terhadap produk domestik bruto (PDB).

BI mencatat tingkat CAD di kuartal III-2018 sudah mencapai 3,38 persen atau di atas level psikologis 3 persen dari PDB. Dengan demikian, secara tahun kalender, CAD telah di level 2,86 persen dari PDB.

"Nilai tukar rupiah sekarang di atas nilai yang sebenarnya, terlalu kuat. Bisa di Rp15.000 sekarang karena kecenderungannya di CAD secara fundamental memang kita belum terlalu kuat," ucapnya.

Penguatan rupiah yang sangat signifikan ini bukan disebabkan oleh sentimen positif dari dalam negeri, melainkan berkurangnya tekanan sentimen negatif dari luar negeri. Misalnya, akan adanya proses perundingan perdagangan antara AS dengan China terkait dengan perang dagang membuat pasar melihat perang dagang akan segera berakhir.

Kemudian anjloknya harga minyak mentah dunia ke level 52 dolar AS akibat pasokan minyak yang berlimpah. Hal ini menguntungkan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak terbanyak apalagi di tengah penguatan rupiah terhadap dolar AS.

Selain itu, masuknya aliran modal asing (capital inflow) ke dalam negeri selama sebulan terakhir juga turut menjadi faktor menguatan. Sebab, capital inflow dari Surat Berharga Negara dan saham mencapai Rp46,4 triliun atau lebih dari setengah total inflow yang masuk selama 2018 sebesar Rp62,4 triliun.

"Fundamental kita memang belum banyak berubah. Itu semua yang menguatkan rupiah. Tapi untuk jangka panjang saya belum melihat penguatan akan berlangsung lama," ucapnya.

Dia melanjutkan, penguatan rupiah yang signifikan ini justru mengkhawatirkan karena terindikasi adanya uang panas (hot money) yang masuk. Sebab, hot money ini merupakan aliran dana dari asing hanya untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek.

"Ini bukan merupakan pertanda baik karena ini artinya ada hot money atau uang panas yang masuk," kata dia.

Dengan demikian, ia memprediksikan penguatan ini tidak berlangsung lama karena cepat atau lambat hot money tersebut akan keluar dari Indonesia. Namun, rupiah masih memiliki peluang untuk menguat hingga level Rp13.000 per dolar AS.

"Untuk jangka panjang saya belum melihat penguatan akan berlangsung lama," tuturnya.

Editor : Ranto Rajagukguk

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2U4Aknk

No comments:

Post a Comment