
NEW YORK, iNews.id - Morgan Stanley menyebut, bursa saham negara-negara emerging market (EM) akan bangkit pada 2019, setelah mengalami masa-masa sulit pada tahun ini.
Dalam laporan Global Strategy Outlook yang dirilis 25 November 2018, bank investasi itu akan memilih berinvestasi di negara-negara EM tahun depan. Status bursa saham AS dipangkas dari "overweight" menjadi "underweight". Sebaliknya, status bursa saham EM dikerek dari "underweight" menjadi "overweight".
"Kami pikir tren pelemahan hampir selesai di pasar saham EM. Kami akan mengambil posisi lebih banyak dan menambahkan EM," tulis laporan itu, dilansir CNBC, Selasa (27/11/2018).
Tahun 2018 menjadi tahun yang sulit bagi pasar EM. Banyak investor global yang menjual asetnya dan membeli aset-aset di AS karena kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS dan menguatnya dolar AS. Di saat yang bersamaan, sejumlah negara EM seperti Turki dan Argentina mengalami krisis finansial, yang makin menambah alasan lain investor menjual aset di EM.
Akibatnya, Indeks MSCI Emergin Markets yang mengukur kinerja saham di 24 negara EM anjlok 16 persen tahun ini. Namun, berdasarkan skenario Morgan Stanley, indeks tersebut akan naik 8 persen pada akhir Desember 2019, lebih tinggi dari proyeksi untuk kenaikan S&P 500 dan MSCI Europe Index masing-masing sebesar 4 persen.
Alasan Morgan Stanley lebih memilih EM daripada AS karena ekonomi AS diprediksi akan melambat sementara ekonomi EM relatif lebih stabil.
Lembaga itu memprediksi ekonomi AS tahun depan hanya akan tumbuh 2,3 persen dan melambat menjadi 1,9 persen pada 2020. Adapun, ekonomi negara-negara EM pada tahun depan masih tumbuh 4,7 persen dan akan naik pada 2020 menjadi 4,8 persen.
Kendati demikian, tidak semua negara EM mendapatkan status "overweight" oleh Morgan Stanley. Beberapa negara yang mendapat status itu antara lain Indonesia, Brasil, Thailand, Peru, dan Polandia. Sementara negara-negara EM lain yang masih diberikan status "underweight" antar alain Meksiko, Filipina, Kolombia, Yunani, dan Uni Emirat Arab.
Morgan Stanley akan mengedepankan strategi "value stocks" ketimbang "growth stocks". "Value stocks" merujuk pada emiten-emiten yang saat ini diperdagangkan di bawah nilai fundamentalnya alias saham murah. sementara growth stocks merupakan emiten yang dinilai memiliki potensi besar untuk melesat.
"Kami menemukan value stocks ini terkonsetrasi pada saham keuangan, industri, energi, dan infrastruktur, dan sektor negatif ada pada teknologi, kesehatan, dan konsumer," tulisnya.
Jika Morgan Stanley melihat potensi kenaikan tajam pada aset saham, secara umum aset-aset di EM masih diberikan status "neutral". Untuk obligasi pemerintah statusnya masih "underweight". Begitu juga dengan kredit. Sementara untuk tunai tetap "oveweight".
Hal ini karena masih ada sejumlah risiko seperti melambatnya ekonomi global, terutama di China dan Eropa. Selain itu, risiko juga datang dari kenaikan upah dan biaya yang akan menekan laba emiten
Editor : Rahmat Fiansyah
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2BzuJ0N
No comments:
Post a Comment