Pages

Sunday, September 9, 2018

Jumlah Rig AS Susut, Harga Minyak Mentah Melonjak

SINGAPURA, iNews.id - Harga minyak mentah naik karena jumlah rig pengeboran AS untuk produksi baru berkurang pekan lalu. Selain itu pasokan minyak global akan mengetat seiring sanksi Amerika Serikat (AS) yang membatasi ekspor minyak mentah Iran.

Mengutip Reuters, Senin (10/9/2018), minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 34 sen atau 0,5 persen menjadi 68,09 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent berjangka naik 42 sen, atau 0,6 persen, menjadi 77,25 dolar AS per barel.

Perusahaan energi AS memangkas dua rig pengeboran minyak pekan lalu, sehingga kini hanya berjumlah 860, perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan pada Jumat.

Sanksi baru AS terhadap ekspor minyak mentah Iran yang berlaku November membantu mendorong harga. Konsultan energi FGE mengatakan, beberapa pelanggan utama Iran seperti India, Jepang dan Korea Selatan sudah mengurangi pembelian minyak mentah Iran.

“Pemerintah bisa bicara keras. Mereka dapat mengatakan bahwa mereka akan membela Trump atau mendorong keringanan. Tetapi umumnya perusahaan yang kami ajak bicara mengatakan bahwa mereka tidak akan mengambil risiko,” kata FGE.

"Hukuman finansial AS dan hilangnya asuransi pengiriman membuat semua orang takut,” katanya dalam sebuah catatan kepada klien.

Dengan aktivitas rig AS yang terhenti dan sanksi Iran yang masih membayangi, prospek pasar minyak semakin ketat. Satu pertanyaan kunci ke depan adalah bagaimana permintaan berkembang di tengah-tengah sengketa perdagangan antara AS dan China serta kelemahan di pasar negara berkembang.

"Kami tidak berharap bahwa kelemahan mata uang di beberapa pasar negara berkembang akan menimbulkan risiko bagi fundamental pasar minyak karena kelemahan di kedua India dan China, dua pasar yang paling penting dari perspektif pasar minyak, telah relatif terkendali," kata Edward Bell, analis komoditas di bank Emirat NBD.

FGE memperingatkan bahwa perang dagang terutama kenaikan suku bunga, dapat menimbulkan masalah bagi pasar negara berkembang yang mendorong pertumbuhan permintaan minyak. Meskipun demikian, kemungkinan penurunan harga minyak secara signifikan relatif rendah karena Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menahan produksi untuk mencegah harga jatuh.

“Kami merasa percaya diri OPEC dapat dan akan menangani permintaan yang melambat. Kami melihat 65 dolar AS per barel sebagai pemicu untuk pemotongan,” kata FGE.

Editor : Ranto Rajagukguk

Let's block ads! (Why?)

from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2N0dPQd

No comments:

Post a Comment