SEOUL, iNews.id - Anggota keluarga Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) yang terpisah selama hampir 70 tahun akhirnya diizinkan bertemu kembali, Rabu (22/8/2018). Sejak awal bertemu, para anggota keluarga yang kebanyakan berusia lanjut itu tak terpisahkan.
Jutaan orang terpisah saat Perang Korea pada 1950-1953, yang menyebabkan semenanjung terbagi oleh Zona Demiliterisasi (DMZ), atau yang dikenal dengan perbatasan. Perang itu memisahkan saudara dan saudari, orangtua dan anak-anak, serta suami dan istri.
Anggota keluarga Korut dan Korsel bertemu saat reuni keluarga antarKorea. (Foto: REUTERS/YONHAP)
Selama bertahun-tahun, sebagian besar warga meninggal dan kurang dari 60.000 warga Korsel yang masih hidup terdaftar untuk bertemu dengan keluarga mereka yang ada di Korut lewat reuni lintas batas.
Reuni ini diadakan sesekali, dan pekan ini merupakan yang pertama dalam tiga tahun. Reuni selama tiga hari itu berlangsung di Resor Gunung Kumgang, Korut.
Jutaan orang; baik saudara dan saudari, orangtua dan anak-anak, maupun suami dan istri; terpisah akibat Perang Korea pada 1950-1953. Perang mengakibatkan semenanjung terbagi dan dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi (DMZ).
Warga Korea Selatan, Choi Gi Ho (83), bertemu dengan keponakan dari Koerut, Choi Kwang Ok (53) saat reuni keluarga antarKorea di resor Gunung Kumgang. (Foto: EPA-EFE)
Warga yang masih hidup meski sudah usia lanjut cukup beruntung karena dipilih untuk bisa bertemu keluarga mereka. Kali ini, ada sebanyak 89 keluarga yang bisa bertemu sanak mereka.
Salah satu peserta tertua tahun ini, Baik Sung Kyu, berusia 101 tahun. Baik, yang akan bertemu dengan menantu dan cucunya, mengaku mengemas seluruh barangnya, antara lain pakaian, pakaian dalam, 30 pasang sepatu, sikat gigi, dan pasta gigi sebagai hadiah.
"Saya juga membawa 20 sendok stainless. Saya membeli semuanya karena ini adalah waktu terakhir saya," ucap Baik.
Enam dokter dan puluhan perawat akan ikut warga lansia selama reuni dan pusat medis darurat darurat akan bertugas sepanjang waktu.
Seorang warga Korut memegang foto yang menunjukkan anggota keluarganya selama reuni keluarga antarKorea. (Foto : REUTERS/YONHAP)
Di antara mereka ada pula warga bernama Lee Keum Seom (92), yang kecil dan cukup lemah. Dia menunggu puluhan tahun untuk melihat putranya untuk pertama kali sejak dia meninggalkannya saat kekacauan perang.
Dia kehilangan suami dan putranya yang berusia empat tahun saat keluarga mereka melarikan diri. Lee menaiki kapal feri menuju Korsel hanya dengan putrinya yang masih bayi, yang menemaninya di pertemuan reuni tersebut.
Putranya kini berusia 71 tahun dan Lee sudah diberitahu bahwa dia juga kan bertemu dengan menantunya di reuni.
"Saya tidak pernah membayangkan hari ini akan datang. Saya bahkan tidak tahu apakah dia hidup atau tidak," kata Lee.
Namun Jang Hae Won (89) mengatakan akan bertemu keponakannya (adik saudaranya) untuk menceritakan sekilas tentang kehidupan ayah mereka. Jang terkahir bertemu dengan keponakannya saat perang Korea.
Seorang dokter berkunjung ke peserta reuni keluarga antarKorea, Jang Hae Won (89), pada malam keberangkatannya ke Korut untuk mengunjungi dua keponakannya. (Foto: AFP)
Jang dan kakak laki-lakinya yang meninggal 10 tahun lalu merupakan satu-satunya dari keluarga yang meninggalkan kampung halaman mereka di Provinsi Hwanghae ke Korsel pada 1951.
"Mereka tidak tahu seperti apa rupa ayah mereka, jadi saya akan memberi tahu mereka seperti apa wajahnya dan kapan dia meninggal," kata Jang.
"Tapi itu saja, karena semakin banyak kita bicara, itu akan lebih menyedihkan."
Selama tiga hari, para peserta hanya akan menghabiskan sekitar 11 jam untuk bertemu dan sebagian besar di bawah pengawasan agen Korut serta pihak keluarga.
Mereka hanya akan memiliki tiga jam waktu pribadi selama pertemuan yang diadakan di ruangan para peserta dari Korsel.
Para kerabat menangis dan dan terisak saat pengumuman pengeras suara di aula perjamuan di Resor Gunung Kumgang di Korut menyatakan, "Reuni selesai."
Salah satu orang tertua yang ikut reuni iala warga Korsel, Han Shin Ja (99). Dia diantar ke pintu namun menolak melangkah lebih jauh, memeluk dua anak perempuannya, dan menangis.
"Ibu, ibu!" kata anak-anak Han, yang keduanya berusia 70-an.
Han Shin Ja asal Korea Selatan (kanan) dengan putrinya dari Korut, Kim Kyung Young, saat reuni keluarga antarKorea di resor Gunung Kumgang. (Foto: EPA-EFE)
Han merupakan warga Korsel terakhir yang meninggalkan ruangan. Di ruangan itu banyak warga Korut yang masih terpencar-pencar, bingung dan menangis, bahkan para pelayan juga menangis saat membersihkan piring-piring bekas.
Seorang warga Korsel, Lee Ki Soon (91), memeluk putranya dengan erat di lengannya, tersenyum lebar, dan mengatakan, "Saya bukan tiruan. Anda punya ayah."
Lee Ki Soon (kanan) yang berasal dari Korea Selatan berbicara dengan putranya dari Korea Utara, Ri Kang Sun, saat reuni keluarga antarKorea. (Foto: AFP)
Beberapa yang lain bahkan tidak tahan untuk menatap satu sama lain. Pertemuan emosional itu melambangkan rasa sakit dari pembagian Semenanjung Korea.
Perang berakhir dengan gencatan senjata tanpa perjanjian damai, sehingga kedua Korea secara teknis masih berperang.
Reuni semacam itu sejak lama tunduk pada liku-liku politik dan sering digunakan sebagai alat negosiasi oleh Korut, yang secara terus-menerus menekankan pentingnya penyatuan, terlepas dari budaya masyarakat dan ekonomi dua negara yang kini sudah sangat berbeda.
Namun reuni terhenti selama tiga tahun karena hubungan kedua Korea memburuk, yang disebabkan pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik Korut.
Namun setelah hubungan diplomatik mencair, pemimpin Korut Kim Jong Un dan Presiden Korsel Moon Jae In setuju memulai kembali hubungan kedua Korea lewat pertemuan pertama mereka pada April di DMZ.
Kim Byung Oh dari Korea Selatan menangis saat adik perempuan yang berasal dari Korea Utara, Kim Sun Ok, duduk dengannya di meja saat reuni keluarga antarKorea. (FOTO: AFP)
Sementara itu, saat sesi pagi dimulai di resor, warga Korsel bernama Kim Byung Oh (88) mulai terisak saat adik perempuannya ikut duduk bersamanya di sebuah meja.
"Saudaraku, jangan menangis. Jangan menangis," katanya, seraya meremas tangan adiknya.
Namun airmata Kim Byung Oh sendiri terus mengalir, sebelum adiknya bisa mencoba untuk tetap tenang.
Mereka saling menggenggam tangan masing-masing, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, selama hampir 10 menit.
"Aku tidak tahu ayahku akan menangis sebanyak ini," kata putra Byung Oh.
Banyak yang menggambar pohon keluarga di potongan kertas dan saling bertukar nama dan foto kerabat.
Seorang warga Korsel mengucapkan selamat tinggal kepada anggota keluarganya dari Korut sebelum kembali ke Korsel dengan bus. (Foto: AFP/YONHAP)
Setelah warga Korsel naik bus untuk kembali menyeberangi DMZ, beberapa kerabat mereka asal Korut diizinkan keluar untuk melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal. Para perempuan usia lanjut itu kebanyakan mengenakan pakaian tradisional Korea.
Beberapa warga menekan tangan mereka ke jendela sementara yang lain berlari di samping bus, sambil berusaha untuk melihat sekilas wajah orang-orang yang mereka cintai, mungkin untuk terakhir kalinya.
"Mari kita bertemu di Pyongyang setelah unifikasi," kata seorang warga.
Warga Korea Utara mengucapkan selamat tinggal kepada anggota keluarga Korea Selatan setelah reuni di resor Gunung Kumgang. (FOTO: REUTERS)
Editor : Nathania Riris Michico
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2w53ZSQ
No comments:
Post a Comment