
JAKARTA, iNews.id – Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot kembali terdepresiasi setelah menembus level Rp14.700 pada perdagangan Jumat(31/8/2018) sore.
Posisi tersebut membuat kurs rupiah secara nominal mencatat rekor terburuk sejak 29 September 2015 saat dolar AS menyentuh Rp14.728 berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI). Saat itu, rupiah di pasar spot ditutup di Rp14.691 per dolar AS meski sempat diperdagangkan di kisaran Rp14.800 per dolar AS.
Posisi tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak 1 Juni 1998 saat rupiah menyentuh Rp15.100 per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, rupiah berada di level Rp14.710 per dolar AS, turun 30 poin atau 0,20 persen dibandingkan posisi kemarin di Rp14.680 per dolar AS.
Rupiah langsung melemah pada pembukaan sesi pagi di Rp14.710 per dolar AS dan tak mampu keluar dari tekanan hingga sore. Sepanjang sesi perdagangan, rupiah bergerak dalam rentang Rp14.650-14.680 per dolar AS. Sementara sejak awal tahun, rupiah melemah 8,52 persen terhadap greenback.
Data Reuters menunjukkan, rupiah hampir menembus level Rp14.800 setelah ditutup di Rp14.799 per dolar AS. Selama sesi perdagangan, rupiah sempat hampir tembus ke level Rp14.900 dan bergerak dalam rentang Rp14.695-14.884 per dolar AS.
Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia Jumat 31 Agustus 2018, rupiah melemah 56poin menjadi Rp14.711 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp14.655 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia, Rully Nova, mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah cenderung terpengaruh sentimen yang berasal dari eksternal, terutama isu perang dagang yang kembali muncul.
"Minat pelaku pasar pada aset mata uang berisiko cenderung memudar karena ancaman tarif pajak Amerika Serikat kepada China," ujarnya.
Dia menambahkan sentimen mengenai kenaikan suku bunga The Fed juga masih menjadi perhatian investor. Pelaku pasar memproyeksikan ada kenaikan suku bunga pada September mendatang.
"Naiknya suku bunga the Fed akan membuat investasi di Amerika Serikat menjadi lebih menarik sehingga memicu perpindahan dana ke negara itu," katanya.
Dari sisi domestik, sentimennya juga relatif negatif. Pelaku pasar uang di dalam negeri dibayangi sentimen mengenai defisit neraca transaksi berjalan.
Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa Presiden Trump juga mengancam akan keluar dari World Trade Organization (WTO).
"Ancaman-ancaman Trump ini membuat investor mulai mengambil posisi jual aset investasinya dan membuat mata uang dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang kuat dunia," ujarnya.
Editor : Rahmat Fiansyah
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2wrLKY4
No comments:
Post a Comment