JAKARTA, iNews.id - Kementerian Pertanian (Kementa) tengah menyiapkan pengembangan komoditas pertanian strategis untuk mendorong Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Meski demikian, upaya dan cita-cita ini membutuhkan berbagai instrumen baik secara kebijakan dan regulasi maupun riset, inovasi, dan kewirausahaan.
Ketua Umum Pehimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Andi M Sakir menjelaskan, secara perlahan jalan menuju ke sana sudah dibuka melalui peningkatkan masa panen dan mengoptimalkanya menjadi lebih cepat dengan kekuatan sistem yang sudah ditransformasi atau sistem modern. Menurut dia, pertanian modern jauh berbeda dengan pertanian tradisonal. Perbedaam itu terletak pada hasil produksi yang hanya dua kali dalam setahun, sedangkan masa panenya hanya satu kali dengan pengelolan yang masih menggunakan cara manual.
"Yang dikatakan pertanian moderen adalah produksinya 6 ton, panenya 3 kali dalam setahun, menggunakan fulkanisasi, kemudian menggunakan managemen modern dan koperasi di koorperasikan," kata Sakir, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/12/2018).
Sakir mengatakan, rencana memodernisasi pertanian ini sudah dibawa ke rapat koordinasi nasional beberapa waktu lalu. Dia berharap, upaya ini menjadi ujung tombak dalam meningkatkan produktifitas serta kesejahteraan petani indonesia. "Melalui program ini nantinya sistem program pertanian akan dikelola dengan managemen yang juga modern. Presentasi bagi hasilpun akan memeberi porsi yang menguntungkan para petani," kata Sakir.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri mengatakan, sistem rombakan ini diyakini mampu meningkatkan produktivitas petani hingga berlipat-lipat dari keuntungan biasanya. Dengan begitu, penentuan harga juga bisa langsung ditentukan oleh para petani. "Semua ini 100 persen milik petani. Harga gabahnya milik petani 100 persen. kemudian dari gabah masuk ke prosesing ini ada keuntungan 49 persen, disini petani akan mendapat penghasilanya enam kali lipat atau minimal tiga kali lipat 100 persen milik petani, " kata Boga.
Kementan sendiri telah memanfaatkan ratusan ribu hektare rawa yang tersebar di enam provinsi. Masing-masing Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Tengah Nantinya, lahan itu akan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian produktif untuk mendorong kesejahteraan petani berbasis koperasi yang dikorporasikan melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI).
Boga menjelaskan, ada sekitar 34,4 juta hektare lahan rawa yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dan memiliki potensi sebagai sentra pertanian. Lahan tersebut terdiri dari lahan pasang surut seluas 20,1 juta hektare dan lahan rawa lebak seluas 13 juta hektare.
Pengamat Pertanian Universitas Gadjah Mada Jangkung Handoyo Mulyo mengingatkan, optimalisasi lahan rawan perlu melibatkan koperasi hingga Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Namun, swasta juga perlu terlibat dengan hitungan yang memberi manfaat besar ke petani. "Termasuk apabila menjadi leading sector. Perlu pula mempertimbangkan bagaimana mekanismenya apabila ada pihak swasta atau lembaga swadaya masyarakat tertarik untuk berpartisipasi pada kegiatan ini," ucapnya.
Editor : Ranto Rajagukguk
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2ShmlIM
No comments:
Post a Comment