
JAKARTA, iNews.id - Bank Indonesia (BI) menyebut rupiah melemah akibat adanya kenaikan suku bunga surat utang Amerika Serikat (US Treasury). Oleh karenanya sejak awal Oktober lalu, rupiah kembali terdepresiasi ke level Rp15.000 dan kini sudah berada di Rp15.183 per dolar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perkembangan nilai tukar rupiah ini dipengaruhi oleh sentimen risk on dan risk off. Salah satunya kenaikan US Treasury Bond di mana suku bunga obligasi AS terkerek menjadi 3,23 persen untuk tenor 10 tahun.
"Memang beberapa hari terakhir ini terjadi risk off meningkat. Hari ini ada kenaikan US Treasury Bond cukup tinggi," ujarnya di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Kenaikan suku bunga tersebut membuat obligasi AS terlihat menarik bagi para investor. Dengan demikian, aliran modal asing berbondong-bondong menuju AS setelah sempat menetap di negara-negara lain.
"Antisipasi dari hasil survei Michigan kemungkinan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di AS lebih besar dari yang diperkirakan. Ini menjukan ekonomi AS yang menguat. Oleh karena itu, investor global lebih memilih investasi di sana," ucapnya.
Masih adanya ketegangan perang dagang antara AS dan China turut menghantui rupiah untuk melemah. Begitu pun dengan sejumlah faktor geopolitik yang memengaruhi perkembangan nilai tukar rupiah.
Oleh karenanya, BI menyatakan akan terus berada di pasar untuk memantau dan menyiapkan langkah stabilisasi rupiah sesuai dengan mekanisme pasar. Terutama untuk terus menjaga agar supply dan demand bergerak dengan baik di pasar valuta asing.
Kemudian, BI akan terus melakukan komunikasi dengan pelaku perbankan dan sektor riil. Terutama dengan para eksportir dan importir di kalangan pengusaha. "Sejauh ini supply and demand berjalan baik. Apresiasi untuk pengusaha yang sama-sama mensuplai valasnya, juga perbankan yang menjaga mekanisme pasar," kata dia.
Selanjutnya, saat ini BI tengah mempercepat persiapan teknis untuk pemberlakuan domestic non deliverable forward (DNDF). Meskipun secara teknisnya telah diatur dalam Peraturan BI Nomor 20/10/PBI Tahun 2018, namun dari sisi operasional juga perlu disiapkan.
"Misalnya di perbankan dari konversi transaksinya, manajemen risiko, treasury-nya, dan IT-nya dilakukan. Di BI juga menyiapkan langkah akselarasi dan percepatan operasional terus dilakukan insya Allah dalam dua minggu ini bisa dilakukan," tuturnya.
Tak lupa, BI juga melanjutkan langkah-langkah koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). "Koordinasi dengan Bapak Menko, lbu Menkeu, Ketua OJK terus diperkuat langkah lanjutan penurunan defisit. Pada waktunya akan kita komunikasikan," ucapnya.
Editor : Ranto Rajagukguk
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2QyIiCz
No comments:
Post a Comment