
JAKARTA, iNews.id - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki dua strategi jitu guna menghadapi depresiasi rupiah yang kini sudah Rp15.183 per dolar AS. Strategi tersebut dengan menggenjot pendapatan dolar AS dan menghemat penggunaan bahan bakar avtur.
Komisaris Utama Garuda Indonesia Agus Santoso mengatakan, menggenjot pendapatan dalam bentuk dolar AS diupayakan melalui GMF Aeroasia. Pasalnya, anak usahanya ini memiliki potensi yang besar di pasar internasional.
"GMF lebih lagi menghasilkan dolar AS dan penetrasi ke regional dikuatkan," ujarnya disela Garuda Indonesia Travel Fair di Jakarta Convention Center, Jumat (5/10/2018).
GMF Aeroasia merupakan perusahaan perawatan dari berbagai jenis pesawat dan merupakan salah satu fasilitas perawatan pesawat terbesar di Asia. Kendati demikian, pada peak season GMF tidak mampu menampung order perawatan pesawat.
Oleh karenanya, pihaknya melakukan ekspansi berupa Kerja Sama Sistem Operasi (KSO) dengan Merpati Maintenance Facility. "Kami mengangkat utilisasi GMF, pasar-pasar medium jet kita dorong memasarkan potensial ini ke luar negeri," kata dia.
Selanjutnya, pihaknya melakukan penghematan penggunaan bahan bakar untuk menghemat biaya operasional. Pasalnya, seiring nilai tukar rupiah yang terdepresiasi turut membuat harga bahan bakar jenis avtur mengalami kenaikan.
Salah satu upaya untuk menghemat penggunaan avtur adalah dengan menyesuaikan tipe pesawat dengan kondisi bandara dan rutenya. Misalnya, untuk pesawat tipe CRJ-1000 Bombardier tidak tepat digunakan di Indonesia karena membutuhkan bahan bakar yang banyak dan kapasitas penumpangnya lebih sedikit.
"Kami akan mengevaluasi penerbangan yang disesuaikan dengan tipe pesawatnya, ada Boeing 737, Airbus 320, Airbus 330, ATR, ATR bahan bakar yang keluar lebih sedikit dibanding CRJ," ucapnya.
Pihaknya juga akan mengkaji rute-rute yang dinilai jauh karena membuat biaya operasional membengkak untuk kemudian diganti dengan rute-rute yang lebih pendek.
Garuda Indonesia yang memiliki kode emiten GIAA ini juga menargetkan dapat mengubah kerugiannya menjadi keuntungan di sisa tahun 2018. Pasalnya, pada Semester I-2018 kerugian bersih mencapai 116,86 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,68 triliun.
Namun, target tersebut terhambat oleh melonjaknya harga bahan bakar minyak jenis avtur.
Editor : Ranto Rajagukguk
from iNews.id | Inspiring & Informative kalo berita nya gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2IKDpDP
No comments:
Post a Comment